Requiem from Java

Posted by Unknown Friday, August 22, 2008 0 comments
Sinta Obong: Ekspresi Seni atau Pelecehan Agama?
Indonesia kembali dihadapkan pada persoalan pelik mengenai agama, kali ini sineas muda Indonesia Garin Nugroho dituduh melakukan pelecehan terhadap umat Hindu di Indonesia melalui filmnya Requiem From Java alias Sinta Obong. Film ini berkisah mengenai Sita seorang wanita yang dikungkung oleh dua pengaruh berlawanan yaitu pengaruh negatif dari kehidupan Rahwana yang merupakan figur dengan sifat jahat dan serakah serta pengaruh dari pola kehidupan Rama yang memiliki sifat kasih sayang dan melindungi tetapi Sita tidak memilih salah satu dari kedua pengaruh itu, melainkan memilih sifat yang sesuai dengan jati dirinya yaitu sebagai wanita yang lembut. Film yang rencananya akan disertakan dalam festival film musikal yang berlangsung di Wina, Austria pada 2006 di protes oleh berbagai kalangan Hindu di Indonesia, protes yang dilakukan adalah soal penggunaan lambang yang dianggap sebagai Tuhan oleh umat Hindu. figur-figur yang ada di kitab suci Ramayana seperti, Rama, Laksamana, Shinta, Rahwana, dan Hanoman divisualisasikan melenceng dari naskah teks aslinya. World Hindu Youth Organizations (WHYO) melalui pernyataan sikapnya mengungkapkan bahwa film ini telah melecehkan Kitab Suci Hindu Ramayana karena pengangkatan tokoh-tokoh yang ada dalam film ini tidak sesuai dengan teks Ramayana yang dirangkum oleh Maharsi Valmiki.

Munculnya kasus “Sinta Obong” di media massa tentunya memunculkan berbagai opini dalam masyarakat baik yang mendukung maupun yang menolak. Dalam buku Public Opinion and Persuasion: 209 isu-isu yang berkembang menciptakan keseragaman persepsi diantara masyarakat dan munculnya opini public membawa isu tertentu ketataran pro dan kontra. Dalam kasus ini tentunya seluruh umat Hindu di Indonesia dan mungkin di dunia akan sangat kontra terhadap isu ini karena mereka merasa dirugikan bahkan dilecehkan dengan penggunaan figure-figur atau symbol-simbol dalam ajaran agama Hindu secara tidak wajar, kalangan Hindu Indonesia terutama WHYO secara keras menyatakan bahwa Film yang di sutradarai oleh Garin Nugroho telah melecehkan agama mereka, WHYO memegang prinsip bahwa penggunaan simbol-simbol dan ajaran agama Hindu yakni Itihasa Ramayana merupakan suatu bentuk kebanggaan dari satu komunitas terhadap ajaran agama Hindu yang kaya dengan simbol filsafat luhur namun ketika penggunaan symbol-simbol tersebut telah melewati batas kewajaran mereka menolak dan menganggap hal tersebut merupakan pelecehan terhadap agama. Menurut Loius Alvin Day pelecehan terhadap symbol-simbol agama dalam media massa merupakan bentuk penyerangan yang paling berbahaya karena melawan prinsip-prinsip dasar dari dokrin agama (Louis Alvin Day, 2003: 324). Emile Durkheim menjelaskan agama sebagai fungsi sosial dalam masyarakat yang mendukung dan melestarikan masyarakat yang sudah ada, agama berfungsi sebagai pemersatu dan solidaritas sosial (Betty R Scharf, 1995: 93) Dalam hal ini Agama dianggap oleh Durkheim sebagai kumpulan berbagai kesetiaan kelompok yang diekspresikan secara simbolik dan sebagai jawaban-jawaban atas masalah-masalah etik metafisik yang dikemukakan oleh individu-individu. Kesetian pada kelompok ini memungkinkan jawaban-jawaban yang diberikan oleh agama terhadap masalah-masalah yang ada menjadi sebuah jawaban yang meyakinkan sehingga pada akhirnya konsep-konsep tersebut digunakan sebagai pembenaran atas segala tindakan kelompok tersebut. Penayangan film karya Garin di Festival Film Musikal yang akan berlangsung di Wina, Austria dalam rangka 250 tahun Mozzart tentunya dapat mendikreditkan kalangan Hindu Indonesia bahkan kalangan Hindu dari berbagai penjuru negara mengingat festival tersebut berskala internasional karena dianggap menyerang kalangan Hindu dan dapat melunturkan doktrin-doktrin dalam agama Hindu hal inilah yang dipandang berbahaya oleh WHYO.

Kalangan seniman menganggap munculnya kasus protes dan penolakan terhadap film “Sinta Obong” karya Garin Nugroho sebagai bentuk pengekangkan terhadap kebebasan berekspresi, pembatasan atas kreativitas seseorang dalam berekspresi merupakan pelanggaran atas hak asasi seseorang. Karya yang dibuat oleh Garin Nugroho adalah karya seni yang merupakan ekspresi emosi dan perasaan dari seniman yang membuatnya, menurut Stuart dan Bloker ada dua pandangan dalam menilai sebuah karya seni, mereka yang memandang hakikat dari seni adalah tidak ada standar objektif untuk menilai karya seni seseorang dan tidak ada seorang pun yang memiliki kompetensi dalam menilai sebuah karya seni adalah kaum subjektivis sedangkan kaum objektivis berpandangan bahwa ada sebuah standar objektif dalam suatu kondisi tertentu untuk menilai sebuah karya seni, lagipula semua orang memiliki penilaian mengenai seni dan menentukan apakah sebuah karya seni lebih baik dari yang lain (David Stewart dan H Gene Bloker, 2000: 339-401). Para seniman berprinsip bahwa konteks budaya merupakan pemaknaan yang luas tidak dan terbatas pada satu dimensi saja. Ramayana merupakan salah satu kitab suci Hindu yang telah terinternalisasi dalam budaya jawa sehingga pengangkatan symbol-simbol dan figure-figur dalam Ramayana tidak bisa dipandang berdasarkan sisi agama saja namun pemaknaan mengenai isi dari kitab Ramayana harus dilakukan secara proporsional dan objektif dalam hal ini berdasarkan konteks karya seni.
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Requiem from Java
Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke http://dyarkoro.blogspot.com/2008/08/requiem-from-java.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.

0 comments:

Post a Comment

Trik SEO Terbaru support Online Shop Baju Wanita - Original design by Bamz | Copyright of dyarkoro.